22 Juli 2012

Nak!

Nak, dirimu yang tumbuh di diriku menjadi penting. Seperti halnya kekuatan bertahan hidup. Ruh yang Allah titipkan di setiap detak jantung mu menjadi sumber bagi hangatnya sebuah harapan. Mencintaimu dari sejak pertama adalah pasti..hingga akhirnya nanti kakimu tumbuh dengan penjagaan Allah di setiap kehidupan yang kau jalani. 

Amanahku menjadi seorang ibu bagimu adalah hal yang akan ku pertanggungjawabkan dunia dan akhirat. Maka bantulah ibu mu ini menjadi seseorang yang kuat, yang bertahan menghadapi badai, yang berlatih untuk sabar dan ikhlas dalam apapun.

Tumbuhlah, besarlah, berdirilah dengan cinta yang kupersembahkan berkali, beratus, beribu kali lipat dari dirku dan dari penciptamu. Sesungguhnya, hatimu akan menjadi kuat karenanya. Dan hidup akan mengecil di hadapanmu, kelak.

Nak, ibu cinta padamu.

Keputusan

Merasa takut akan hal yang kita putuskan, atau orang lain putuskan atas hidup kita, adalah wajar. Sesungguhnya kita sejatinya adalah manusia biasa. Dan ketika kewajaran itu kemudian mendominasi menjadi sebuah 'pengharapan' akan keputusan yang sesuai keinginan kita dari orang lain, itulah yang menjadi kehati-hatian dari diri kita. Jangan-jangan kita sudah begitu parah bergantung kepada orang lain atas kehidupan kita. Bahasa agama menyebutkan itu syirik. Dan kalau sudah begitu, letak Allah ada dimana di posisi hati kita?

Bolak-baliknya hati akan setiap kejadian dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita seharusnya bisa membuat diri menjadi lebih "yakin" kepada apa yang menjadi keputusan dan ketentuan Allah. Terkadang, hawa nafsu menginginkan sesuatu sesuai dengan prediksi terbaik menurut kita, bukan menurut Allah.

Belajar dari banyak hal. Saya menyadari bahwa terkadang antara logika, keinginan dan ketergantungan kepada orang lain menjadi bumerang pada kehidupan kita. Semakin kita tidak "yakin" kepada Allah, semakin kita terperosok dalam ketergantungan yang semu.

Allah...perubahan hati adalah sebuah kepastian dalam kehidupan. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu untuk kita. Yang bisa dilakukan adalah, memaksa diri kita untuk tetap menjadi "baik", sesulit apapun, sepahit apapun, sesakit apapun yang menimpa diri kita. Perjuangan kita sampai menuju kematian. Maka setelah itu, akan hilang semua 'rasa'.


15 Juli 2012

Emosi

Kesalahan kecil saja dalam mengekspresikan emosi kepada anak, akan menggoreskan luka di hatinya. Kita sebagai ibu pun tak luput dari rasa bersalah. Memang baru kita akui setelahnya, saat kejadian itu yang ada hanyalah emosi, kemarahan, dan tak terkendalinya hati. Peran hawa nafsu, bisikan syetan juga menjadi andil.

Rava, ibu belum bisa menjadi contoh ibu yang terbaik buatmu saat ini. Doakan agar bisa terus berusaha menyayangimu dengan cara terbaik dan Allah suka dengan apa yang ibu lakukan ya Nak!

-peluk, sayang Rava-

Terhalang

Sesuatu yang menghambat diri kita untuk semakin dekat kepada Allah. Salah satu diantaranya adalah ternyata kita tak mampu memaafkan kesalahan orang lain sepenuhnya. Sehingga yang ada hanyalah sakit hati saja, kekecewaan, dan prasangka yang tidak baik.

Kadang per-maaf-an kita hanya di bibir saja, tidak disertai hati. Ini yang berat, karena beban itu ternyata tak sepenuhnya hilang dari hati kita. Kemampuan merelakan kesalahan, menerima takdir dan berkhusnudzan pada setiap ketentuan Allah akan memberi kesadaran pada diri kita untuk,"Ya, aku memaafkanmu.!"

13 Juli 2012

Masih ada yang (lebih)

Jarang-jarang saya harus ekspektasi alias wawancara untuk peserta program yang baru...deg-deg an. Karena biasanya langsung we mengajar sesuai dengan materi yang dijadualkan. Nah ini harus "membongkar kasus" hingga ke akarnya, sehingga hasilnya digunakan untuk penentuan materi belajar.
Kerja yang gampang-gampang susah. Dan atau sebaliknya, susah-susah gampang, hehe.

Mendengar kisah hidup ibu yang usianya jauh di atas saya ini membuat saya banyak "nga gebeg" na. Beliau bertutur, saya reuwas (alias kaget). Logat Sunda nya kental sekali. Dan tak disangka...sedaerah sama saya. Duh, dunia begitu kecil, begitu sempit, dan sungguh tidak ada yang kebetulan kita dipertemukan.

Bu, saya banyak belajar dari ibu sebagai orangtua yang menginginkan anak-anaknya bahagia selalu, ingin membantu anak2, ingin menjadi lebih baik di usia senja, ingin mencari ilmu dan lebih dekat dengan Allah.

Sejujurnya saya malu. Apa yang sudah dicapai oleh saya sebagai orangtua hingga saat ini?
Mengelola emosi ngurus anak 3,5 tahun saja pontang panting. Kesabaran yang sungguh di uji, dan kadang lepas kontrol hingga melukai hati anak...(hiks, Rava..maafkan ibu ya Nak!).

Hari itu saya belajar lagi. Dari seseorang. Dari kehidupannya. Dari keluguan seorang lulusan SD. Dari keinginannya membongkar dosa diri agar keluarganya selamat hingga ke akhirat.