28 Februari 2012

Baik Sangka

Bukan hanya kepada sesama manusia kita harus baik sangka. Karena Allah mengajarkan bahwa kita harus baik sangka (khusnudzan) dahulu terhadap Allah.

Point pengajian sabtu di Umi Hani kemaren, yang aku copas dari sahabat tersayangku (cause im not there, hiks)..adalah :
1. Hidup tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan, yang kita duga.
2. Berusaha untuk baik sangka pada Allah lah, yakin terus..dan hilangkan dzon-dzon (prasangka) buruk dalam lintasan hati kita.
3. Yakin dengan takdir terbaik dari Allah, karena hidup berada dalam sistem dan hukum Allah

Begini ceritanya :
Pagi itu, senin. Di tanjakan menuju kantor. Gigi motor sudah dipasang 2, rem kaki dan pegangan pada stang pun sudah maksimal. Tiba-tiba motor matic milik anak SMU nyalip dari kanan, posisi motorku maju pelan. Saat dia berbelok ke kiri depan, menyenggolah belakang motorna ke bagian depan motorku. Blade itu sungguh berat sodara, aku kehilangan kendali, motor oleng. Dari arah atas, mobil Zebra meluncur pelan. Motorku jatuh, dreetttt....menggarislah mobil itu. Insiden Bapak PNS turun, protes atas kerusakan mobil, sementara diriku harus mengangkat motor yang berat itu, memastikan Rava dalam boncengan baik-baik saja, dan panik karena dari arah depan belakang klakson berbunyi. Macet sudah disana.

Sedih? Iya.
Kesal? Iya.
Kecewa? Iya banget.

Setelah sampai kantor. Fikirku membatin. Ini takdir Allah. Ini takdir Allah. Harus kusikapi. Harus kuyakinkan bahwa ada hikmah di balik kejadian ini.

Kultum di Halaqoh yang kubawakan senin pagi itu di iringi sesak. Ingin menangis rasanya. Tema Khusnudzan ini jadi terasa berat. Saat kesal, saat kecewa, saat ingin bertanya kenapa terjadi. Harus tetap baik sangka pada  anak SMA yang menyenggol, harus baik sangka pada bapak PNS yang menagih janji perbaikan mobilna, harus berbaik sangka kepada Allah yang meng kun fa ya kun kan pagi itu disana.

Berat. Sungguh berat. Dan inilah makna mujahadah.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar